Popularitas model bisnis e-commerce sudah tidak perlu diragukan lagi, begitu juga dengan manfaatnya bagi perekonomian negara. Sebab, menurut data dari Google, Temasek, dan Bain & Company yang diterbitkan di Katadata, sektor bisnis e-commerce sudah menyumbang Rp62 miliar untuk ekonomi digital Indonesia per tahun 2023. Bahkan, angka tersebut merupakan mayoritas dari total nilai ekonomi digital RI yang sebesar Rp82 miliar. Lantas, apa kunci di balik kontribusi tersebut? Jawabannya ada di model bisnis yang beragam dalam dunia e-commerce.
Apa Itu Model Bisnis e-Commerce?
Sebelum mengetahui apa saja jenis-jenis spesifik dalam model bisnis e-commerce, kita perlu mempelajari konsep dasarnya terlebih dahulu supaya lebih jelas. Pada dasarnya, e-commerce adalah model bisnis yang memfasilitasi transaksi jual beli barang dan jasa melalui media digital berbasis internet. Jadi, produsen dan konsumen sama sekali tidak perlu saling bertatap muka untuk berbisnis.
Jenis Model Bisnis e-Commerce
Model bisnis e-commerce sesungguhnya sangatlah beragam. Setiap usaha bisa memiliki konsep yang berbeda-beda dan tetap termasuk dalam kategori e-commerce selama mereka melayani pelanggan secara online. Berikut adalah penjelasan selengkapnya:
- B2B (Business-to-business): Bisnis yang menjual produk atau jasa seperti alat konstruksi, software manajemen bisnis, mesin pabrik, dan masih banyak lagi kepada badan usaha lain;
- B2C (Business-to-consumer): Berbeda dengan bisnis B2B, model B2C lebih menyasar konsumen individual alih-alih lembaga usaha. Maka dari itu, kebanyakan bisnis retail yang menjual barang kebutuhan rumah tangga dan lainnya termasuk dalam kategori ini;
- C2B (Consumer-to-business): Dalam model bisnis ini, pelanggan individu menawarkan layanan yang melibatkan keahlian mereka kepada badan usaha yang membutuhkannya. Contohnya bisa kamu lihat di platform khusus pekerja lepas seperti Fiverr dan Upwork;
- C2C (Consumer-to-consumer): Model bisnis yang melibatkan transaksi jual beli barang antara dua orang pembeli individu. Kamu bisa melihat praktiknya di grup marketplace media sosial, forum Kaskus, aplikasi Carousell, dan OLX.
Baca Juga: Cara Memulai Bisnis Online Rumahan yang Sukses
Beda Model Bisnis e-Commerce B2B dan B2C
Memangnya, apa saja yang membedakan model bisnis e-commerce B2B dengan B2C? Agar kamu tidak bingung lagi, ini dia ciri-ciri utamanya:
1. Target pasar
Sesuai penjelasan sebelumnya, perbedaan pertama yang paling utama dari B2B dan B2C terletak pada target konsumennya. Jika bisnis B2B lebih berfokus pada sesama perusahaan yang sedang mencari barang atau jasa tertentu, bisnis B2C hanya menyasar masyarakat awam. Meski demikian, cakupan dari kategori konsumen tersebut masih sama-sama luas, sehingga baik bisnis B2B maupun B2C tetap bisa menentukan niche spesifik mereka.
2. Struktur pengambilan keputusan belanja
Karena target pasar model bisnis e-commerce B2B dan B2C sudah berbeda jauh, begitu juga dengan cara mereka mengambil keputusan belanja.
Dalam ruang lingkup klien bisnis B2B, proses pengambilan keputusan untuk membeli produk mereka lebih terencana dan panjang karena mereka harus mempertimbangkan nilai jangka panjang. Selain itu, mereka juga perlu menjalani proses approval yang berlapis di perusahaan.
Sementara itu, pengambilan keputusan belanja konsumen B2C lebih singkat serta bersifat mendadak karena hanya berdasarkan kebutuhan, selera, dan kondisi keuangan individu.
3. Strategi pemasaran
Taktik promosi bisnis B2C lebih mengutamakan conversion rate, atau mendorong sebanyak mungkin pelanggan untuk bertransaksi. Maka dari itu, model bisnis e-commerce tersebut lebih identik dengan iklan berbayar, content marketing di media sosial, influencer marketing, dan promosi potongan harga produk.
Di sisi lain, target utama dari pemasaran B2B adalah mendapatkan leads atau kontak calon klien sebanyak mungkin, sehingga promosinya lebih sering mendorong calon klien menghubungi tim penjualan sebuah bisnis.
4. Strategi pricing
Perlu diingat bahwa volume transaksi B2B lebih sedikit, tapi nilai per transaksinya lebih besar. Sedangkan, volume transaksi untuk bisnis B2C bersifat sebaliknya. Karena itu, strategi penentuan harga jual yang digunakan keduanya pun berbeda.
Taktik pricing B2C lebih sederhana karena hanya perlu berfokus pada margin keuntungan, dan pelanggan tidak bisa menegosiasikan nominalnya. Sementara itu, sistem pricing B2B lebih kompleks karena harus mempertimbangkan banyak hal saat bernegosiasi dengan klien, contohnya skala dan kebutuhan bisnis mereka.
Meskipun model bisnis e-commerce identik dengan penggunaan platform online, bukan berarti kamu sama sekali tidak bisa menerapkannya untuk toko offline. Justru, ada strategi online-to-offline untuk menjembatani kedua media penjualan tersebut dengan konten pemasaran digital yang mendorong pelanggan berbelanja di toko fisik.
Nah, supaya pelanggan semakin betah bertransaksi secara offline, jangan lupa sediakan metode pembayaran cashless yang praktis! Misalnya, dengan menjadi GoPay Merchant, kamu bisa langsung menerima berbagai pembayaran non-tunai dari satu pintu saja, yaitu kode QRIS. Gampang, kan? Yuk, daftar sekarang juga sebagai GoPay Merchant untuk meningkatkan kepuasan pelanggan!